Pada liburan semester genap yang lalu, saya berkesempatan untuk ikut bersama kedua ayah ibu beserta adik mengunjungi rekan ayah yang tengah terbaring sakit di sebuah RS swasta di Pekanbaru yang terbilang masih baru. Sebelum ke RS, kami sedikit berbelanja untuk membeli buah tangan, berupa beberapa buah apel dan anggur. Dan segera setelahnya ayah melaju mobil menuju RS yang tidak begitu jauh dari rumah kami.

Sesampai di RS, hal yang tak luput kulakukan adalah mengambil beberapa buah brosur terkait pelayanan dan fasilitas di RS tersebut yang terletak di lobby rumah sakit. Aku bergumam dalam hati,”meski baru, marketing RS ini cukup bagus”. Sebelum terjun langsung kesini, ketika aku masih di perantauanku, aku sempat membaca informasi mengenai RS ini melalui media internet. Dan aku hanya terangguk-angguk mengiyakan info-info yang telah terlebih dahulu kudapat.

Setelah memastikan ruang tempat rekan ayah dirawat, kami langsung beranjak menuju lift. Ketika sampai didepan lift kami cukup terperanjak membaca pengumuman yang tertempel di atas kertas putih disamping lift yang berisikan jadwal besuk pengunjung RS. Dari informasi tersebut, kami hanya tinggal memiliki waktu selama kurang lebih 30 menit untuk berkunjung.

Kamar yang kami cari berada pada lantai 6. Setelah menemukan kamar yang dimaksud, ayah dan ibu langsung masuk sedang saya dan adik tetap berada di luar. Hal ini karena diluar perkiraan, yang menyatakan bahwa jumlah pengunjung hanya 2 orang. Selain itu, k0ndisi pasien yang cukup serius benar-benar membutuhkan perawatan yang ekstra.

Baru saja kedua ayah ibuku masuk ke dalam kamar, remainder dari pusat informasi pun bergema. Itu artinya, jam untuk berkunjung telah habis. Karena ayah ibu baru saja datang, mereka tidak langsung keluar begitu saja. Sehingga beberapa waktu kemudian, kami dihampiri oleh dua orang yang kukira petugas keamanan untuk mengingatkan kami bahwa jam besuk telah habis. Bukan terkait kedisiplinan yang mereka tunjukkan yang membuatku kagum. Akan tetapi aku tertarik kepada dua orang yang menghampiri kami tadi. Saat pertama kali Anda melihat mereka, barangkali Anda tak kan langsung mengira siapa mereka. Maksud saya disini adalah wajah mereka, terlepas dari seragam petugas yang mereka kenakan. Saya terpana dengan keramahan kedua pemuda tadi. Mereka masih muda. Saya perkirakan usia mereka tak lebih dari 27 tahun. Barangkali ini juga menjadi salah satu strategi pemasaran RS ini. Tak berhenti sampai disini. Saat saya dan keluarga keluar dari RS ini, “makhluk serupa” lainnya pun begitu antusias mengantarkan kami hingga ke pintu dan membukakannya untuk kami, persis seperti di hotel, begitu pikirku.

Satu prestasi telah RS ini ukir, yakni merebut hati konsumennya. Walau bagaimanapun, marketing secara pembentukan habitual akan menjadi poin yang cukup menjadi perhitungan para konsumen, diantaranya adalah saya.